Minggu, 25 Oktober 2009

Beningku, Beningmu

Seperti biasa ku lalui hari-hari degan cara yang biasa, sederhana., standar, klasik, bagiku tidak ada yang spesial dari perjalanan hidupku ini. Terlebih perjalananku hari ini. Siang yang cukup terik ba’da Jumatan di sekolahku, huft.. helaku pada diri sendiri sembari melemparkan tubuh dan pandangan di teras masjid dan lapangan parker mobil yang terbilang luas. Ya, kata orang jika lelah maka pandangilah segala sesuatu yang berwarna hijau, katanya dapat menyegarkan otak yang penat. Benar saja, kusenderkan tubuhku, menyelonjorkan kedua kaki, melempar ransel abu-abu kumal yang dari tadi aku dekap di dada, menatapi pohon-pohon hijau nan rindang yang berada di pinggiran lapangan parkir, beberapa detik, tak lama ku mulai menundukkan pandangan kearah kakiku yang terselimuti kaos kaki putih yang sudah ada lobang-lobang kecilnya.. tanpa perasaan khusus aku memandangnya, bagi sebagian orang kaos kaki bolong dan tas kumal yang sudah menemaniku sejak aku SD kelas lima ini merupakan pemandangan yang jorok, tapi bagiku itu tidak penting – lebih tepatnya mungkin tidak terlalu jorok buatku.
Masih tidak bertujuan, aku mulai mengupil dengan khidmadnya sambil melihat sesekali anak ROHIS menggulung karpet dan beberapa diantaranya duluan kabur ke kantin. Hmm.. biasanya teman curhatku ada di sini, memang bukan teman dekat, aku juga bisa dibilang tidak banyak curhat dengannya, tapi aku cukup nyaman mendengarkan guyonan khasnya selama beberapa jam. Tumben.
Aku memakai sepatu kanvas hitamku dengan mengikatnya sekenanya, menyambar ranselku tercinta dan mulai melangkahkan kaki keluar pagar sekolah. Mungkin aku akan pulang ke rumah, mengharap dapat istirahat dan menikmati ikan cuek balado yang sering dibuat Ibu. Baru saja beberapa meter dari pagar, aku melihat sosok temanku melambai-lambaikan tangan sambil memanggil-manggil namaku.
“Afrizal! Afrizal! Ke sini!” Ia yang biasa disapa Tokek menginginkanku untuk turut bersamanya disalah satu warung kopi. Ku hampiri saja Ia dan tersenyum sekenanya seperti seorang paskibra ke arah teman-teman yang ternyata ada empat orang lainnya.
“Hei!” Sapaku basa-basi sambil duduk di pojokan. “Lagi pada ngapain, nih?” Kuangkat sebelah kakiku dan mengeluarkan komik One Pieces yang entah berapa kali sudah kuhatamkan.
“sstt.. ini kita mau beli minuman, lo mau ikutan kagak?”
“Minuman?”
“Iya, goceng-goceng seorang, ntar kita bagi rata kok semuanya, lo ikutan ya, Jal! kita kurang nih kalo gak sama lo!” Kali ini Gepeng yang nambahi berbicara.
“Oh, begitu..” Ku keluarkan selembar gocengan lecek dari saku celana abu-abuku. Tokek langsung merebutnya dan cabut buat beli tuh minuman haram.
Tokek datang, dan mereka minum-minum. Ini pemandangan biasa buatku, semenjak SMP aku sudah mengenal kehidupan anak-anak kurang kasih sayang ini. Aku meneruskan membaca tanpa peduli dengan sekitarku.
Tiba-tiba cuaca panas meminta kerongkonganku untuk diguyur air, tanpa alasan aku menenggak miras itu. Huek! Pahit, apa enaknya! Aku melanjutkan membaca komik.
Berlanjut seperti biasa anak-anak mulai beler, tiba-tiba ada sesosok pria berseragam PNS yang biasa kami kenal mengajar di kelas kami datang menghampiri. Pak Kus. Ia melihat kami berenam, wajahnya merah semerah udang rebus kemudian memberi isyarat agar kami semua mengikutinya. Sang pemilik warung hanya mengintip kejadian ini dari balik tirai. Dengan berusaha sadar teman-teman mengikuti langkah Sang Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan itu. Saat itu hanya aku yang tidak mabuk.
☺ ☺ ☺
Sepuluh hari pascaskorsing yang menimpaku. Kini aku mulai masuk sekolah lagi, dengan perasaan sedikit canggung, bukan karena masalah skorsing ini, aku sih merasa tidak bersalah karena aku tidak meminum –baiklah, mencicipi seteguk - arak murahan itu, tetapi memang salah juga karena berada di TKP waktu itu, melainkan karena rambut yang hanya tiga senti ini bertengger di kepalaku membuatkau merasa konyol.
Semua guru rata-rata sudah tahu kasusku, rata-rata dari mereka kecewa denganku, tapi sebagian masih bersyukur karena aku tidak ikutan beler bersama yang lain, jadi skorsku tidak selama kelima bocah yang lain.
Hari ini jadwal wali kelas merombak tempat duduk kami. Aku dapat bagian yang agak belakang, bersama Erdian, cowok tajir seangkatanku. Kami memang sudah cukup akrab. Kami mengobrol. Dan pembahasannya adalah, kasusku. Hingga menceritakan kekecewaan Ayah, Ibu serta Abang dan Kakakku atas kasus ini.
“Terus kenapa kamu masih ikut duduk di sana? Mending pulang,kan.” Seorang anak perempuan berjilbab lebar yang duduk di depanku menoleh kearahaku dan Erdian, ia yang memotong sekaligus menutup pembicaraan ini. Tidak disangka ternyata Linda cukup peka dan simpati pada temannya, dengan tidak terduga mendengarkan ceritaku pada Erdian, yah, meskipun aku tidak kenal dekat dengannya.
Aku memandangnya dan menjawab hanya dengan senyuman. Sang bidadari manis itu hanya memandangku sebentar, kemudian menghela nafas, ia seperti paham dengan jawabanku, “sayangnya.” Ucapnya pelan tapi cukup jelas.
Aku hanya memandanginya yang sudah membelankangiku lagi. Bukan hanya karena perempuan ini yang seperti memahami arti dari jawaban senyumku tadi, tapi jawabnnya “sayangnya” yang ia ucapkan juga cukup untuk menyadarkanku kembali.
☺ ☺ ☺
Dahulu, waktu SMP. Aku masih teringat mentor pertamaku, Mas Gugun yang berwibawa, tenang, dan juga ganteng. Dulu di mata kami anak kelas dua SMP beliau bagai panutan dalam segala hal. Cara beribadah, cara berpakaian, hingga cara berbicara didepan umum, beliau berkata, bahwa kitalah para calon generasi yang mewarisi peradaban robbani! Saat beliau mengatakan itu kami semua merasakan energi keimanan yang dahsyat mengalir di tubuh kami. Dan itu terbukti dari semua orang yang tahu aksi hebat kami sebagai anak ROHIS, dulu.
“Semua manusia itu sama seperti halnya gerigi sisir .” Kata Mas Gugun, melihat kita cengo ia becap lagi, “begini aja, setiap muslim itu merupakan cerminan bagi saudara muslim lainnya, jika kita ingin melihat apakah seseorang itu baik, maka lihatlah teman dekatnya. Begitu pula apabila kita ingin menjadi seseorang yang baik, maka bertemanlah dengan orang-orang yang baik pula.”
Aku teringat beberapa sahabatku sesama aktivis di ROHIS SMP waktu itu, Ridwan, Majid, Bobby, dan yang lainnya?! ah…dimana mereka sekarang? Aku telah meninggalkan mereka semua dengan alasan yang tidak jelas, hanya karena ingin melihat dunia dari sisi yang lain. Tapi kenyataannya bukan dari sisi yang baik.
Aku berkaca pada teman-temanku yang tertangkap di TKP kemarin. Hinakah diriku ini? Sebening apakah diriku ini sesungguhnya?
☺ ☺ ☺
Aku makin bingung tentang apa yang harus ku perbuat. Seketika aku ingat Linda Si Perempuan Manis yang sepertinya begitu paham dengan masalah ini, ia juga sangat baik hati, pasti mau membantuku.
SMS pun terkirim ke nomor Linda.
SORI KLU GNGGU U. LIND, TLNG GW. GW HARUS TOBAT SKRNG!!
Hanya kata-kata itu yang mampu ku ketik saat itu, sepertinya sedikit konyol. Tapi memang aku sudah sangat bingung. Linda pun membalas sms dengan cepat.
ALHAMDULILLAH. ALLOH MENDENGAR DO’AKU. OK!
SLAMA NI AQ DTITIPIN KM SM MASKU, MAS GUGUN!

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Allah akn mendengar koq..

perkenalkan, saya rangga, alumni 103 juga angkatan 2004.. kalo saya mau ikut kontribusi dalam ladang amal di 103 gimana yah?/ IADSA 103 masih jalan kan?? saya mesti hub sapa/...?

kalo ada syuro atau muker IADSA tolong kabari saya di rangga07sapjaya@yahoo.co.id

syukron jz.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008